Dampak COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia

Pertanyaan awalnya: Apakah wabah COVID-19 yang terjadi masif di Tiongkok berdampak bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia?


Jawabnya, pasti ya, mengingat Tiongkok adalah negara mitra utama dagang dunia, termasuk dengan Amerika Serikat - yang kabarnya sedang perang -(perangan) dagang dengannya.

Tiongkok hari ini, menurut data WTO, bukan hanya dikenal sebagai negara pengekspor terbesar, tapi juga pengimpor. Dengan kata lain, Tiongkok tidak hanya bertindak sebagai penjual, tapi juga sebagai pembeli barang maupun jasa.

 Alamat Praktik Bekam di Kota Tuban secara ekonomi, umumnya kita melihat dampak ekonomi lebih dari sisi penjual, dengan kata lain apabila penjual gak bisa menjual barang atau jasanya, maka dari situlah kita menghitung potensi kerugiannya. Jarang sekali kita menghitung dampak ekonomi dari sisi pembeli, misalnya suatu barang atau jasa tidak dibeli oleh si pembeli.


Secara sederhana, mengapa mitra dagang Tiongkok berpotensi terkena dampak yang signifikan?

Jawaban sederhananya: Akses.

Ya, akses melalui jalur udara (pesawat) yang semakin dibatasi dari dan menuju Tiongkok, dan bahkan benar-benar distop (sampai batas waktu yang tidak ditentukan secara definitif) tentu sangat berdampak pada hilir-mudiknya barang dan jasa dari dan menuju Tiongkok. Selain akses jalur udara yang "hampir mati", data dari IHS Markit, "Commodities at Sea", marketingintelligence.com, menunjukkan bahwa akses melalui jalur laut juga sangat terganggu, karena pengetatan kontrol maupun pengawasan di pelabuhan-pelabuhan di seluruh Tiongkok, "tirai-tirai pengaman" ini tentu membuat bongkar muat barang maupun keluar-masuknya orang menjadi semakin susah, dan penumpukan sangat parah. Sedangkan akses melalui jalur darat pun tak beda jauh kondisinya, pengetatan pengamanan dan pengawasan di perbatasan dari dan menuju Tiongkok.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia, karena tidak berbatasan darat maka akses kita dari dan menuju Tiongkok hanya menyisakan pilihan: jalur udara dan jalur laut - di mana kedua jalur ini sangat terdampak.

Dari data UN Comtrade, diketahui bahwa 14% ekspor barang kita dikirim ke Tiongkok. Dari data tersebut diketahui pula, 35% barang yang kita ekspor ke Tiongkok berupa hasil tambang atau produk mineral (termasuk batu bara), 16% berupa produk pertanian, perkebunan atau peternakan (termasuk sawit), 10% produk logam (termasuk biji besi), 8,6% bahan baku kertas, dan 6,1% produk plastik dan karet, serta 24,3% produk lainnya. Sedangkan dari data terbaru UN WTO, diketahui bahwa orang asing yang datang ke Indonesia, 13,1% di antaranya dari Tiongkok.

Dengan kata lain, apabila kita hanya menghitung dampak COVID-19 hanya dari hubungan Indonesia-Tiongkok, khususnya sektor barang dan jasa, di mana terkait jasa ini, secara spesifik hanya dari aspek pariwisata, lebih khususnya lagi terkait jumlah kunjungan orang Tiongkok ke Indonesia, maka kita bisa memprediksi secara sederhana bahwa dampaknya 14% terhadap sektor barang, dan 13,1% terhadap sektor jasa. Lugasnya, kita akan mengalami potensi kerugian atau gagal jual barang 14% ke Tiongkok, di mana dapat diprediksi sektor yang terkena dampak parah itu terkait produk mineral atau barang tambang, agrikultur, logam, bahan baku kertas, plastik dan karet; dan 13,1% potensi menurunnya wisatawan manca negara.



Namun demikian, bukan hanya Tiongkok yang terdampak COVID-19, tapi beberapa Negara mitra Indonesia. Alamat Praktik Bekam di Kota Tuban

Nah dari situ, menurutku perlu perhitungan detil sekali lagi berapa besar dampaknya bagi Indonesia?

Bagaimana apabila COVID-19, itu ternyata berdampak pada negara-negara di Asia?

Sekadar catatan, berdasarkan data UN Comtrade diketahui bahwa 68% ekspor barang kita dikirim ke negara-negara Asia (termasuk Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara ASEAN), dan dari data UN WTO diketahui bahwa wisatawan asing yang datang ke Indonesia 62,26% dari Asia (termasuk Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara ASEAN).

Selain dampak perekonomian berupa potensi kerugian karena tidak bisa atau kesulitan menjual barang dan jasa, tentu saja perlu dihitung skenario terburuk, what if, apabila Indonesia jadi negara terdampak COVID-19? Lebih spesifiknya, bagaimana dampaknya apabila orang Indonesia di Indonesia, ternyata bisa terinfeksi COVID-19? Dengan kata lain, di kemungkinan skenario terburuk atau dalam bahasa "Madura Barat"-nya disebut worst case scenario, di sini Indonesia bukan hanya kehilangan potensi menjual barang dan/atau jasa, tapi lebih dari itu, Indonesia tidak bisa memproduksi barang dan/atau jasa.

Kehilangan potensi jualan atau pasar, relatif mudah dimitigasi dengan cara mencari potensi pasar lain atau pasar yang baru. Namun, apabila kita sudah tidak bisa produksi? Apa yang bisa kita jual?

Akhirnya sampai sini, sebagai Warga Negara Indonesia, kita pun bisa berdiskusi dan berhak bertanya serius:

Apa mitigasi yang tepat untuk mengatasi dampak COVID-19 secara menyeluruh di seluruh sektor?

Alamat Praktik Bekam di Kota Tuban
Berapa kemungkinan keberhasilan arahan Lik Joko berikut (seperti yang disebarkan oleh Setkab di bawah ini), plus usulan ajaib agar bayar influencer 72 M, memitigasi dampak tersebut?

Ada yang bisa bantu jawab?Dr Mahmud Syaltout

Komentar

Postingan Populer